Kurikulumtentang kesehatan mental remaja telah diberikan di sekolah menengah dan disampaikan tidak hanya kepada siswa dan guru tetapi juga orangtua. Program yang digagas misalnya strategi untuk mengurangi stigma atau penilaian negative, pengenalan kesehatan mental sebagai bidang ilmu, serta upaya untuk memperkuat kesehatan dan kesejahteraan
Home Issues Election 2024 Environment Politics & Society Gender & Sexuality Relationship Technology Feminism A to Z Safe Space Lifestyle Health Beauty Horoscope Travel & Leisure Magde PCR Culture Screen Raves Graphic Series Prose & Poem Korean Wave Boys’ Love People We Love Multimedia Data Journalism Podcast Infographic Quiz Community Brand News Events Instatree Artikel Lainnya Cari Pacar Berdasarkan Zodiak, Perlu Enggak Ya? Sejak aktif di aplikasi kencan pada 2021, “Abel” 23 mulai memerhatikan zodiak orang yang match dengannya. Entah diketahui dari informasi yang tertera di bio, atau June 16, 2023 10 Min Read 5BeritaPilihanPekanIni 5 Artikel Pilihan Review The Good Bad Mother’ hingga Perjodohan di Pesantren … June 16, 2023 10 Min Read Most Viewed Posts 5 Rekomendasi FIlm Lesbian Korea Terbaik yang Patut Ditonton 17,600 Hati-hati Jadi Korban ’Scamming’, Bagaimana Mengatasinya 15,633 6 Film Gay Thailand Rekomendasi 2023 14,166 Mitos dan Fakta Minuman Beralkohol 13,633 6 Manhwa’ BL Genre Slice of Life’ yang Bikin Gemas 8,375
Semogapidato tentang kesehatan ini bisa membuat kalian menjadi termotivasi dan bertekad untuk melakukan hidup sehat. Mohon maaf jika saya salah berbicara. Beberapa perubahan terjadi pada remaja dengan masalah kesehatan mental. Seperti perubahan suasana hati, anti-sosial, penurunan nilai akademik, perubahan intensitas makan, perubahan jam

Transisi dari remaja menuju ke dewasa – yaitu antara usia 16-24 tahun – merupakan masa di mana seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan pengalaman baru. Selain mulai memiliki legalitas hukum dan tanggung jawab yang meningkat, remaja di periode ini juga masih mengalami perkembangan biologis, psikologis, dan emosional – bahkan hingga usia 20an. Riset yang kami lakukan tahun lalu terhadap 393 remaja berusia 16-24 tahun memperkuat asumsi di atas. Riset kami juga mendukung temuan Badan Kesehatan Dunia World Health Organization WHO yang mengatakan 1 dari 4 remaja di usia ini menderita gangguan kesehatan jiwa. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari aktifnya hormon reproduksi, perkembangan otak yang terus berlangsung, serta pembentukan identitas diri mereka. Hal ini tentu dapat disertai ketidakstabilan emosi atau pengambilan keputusan yang sering kali impulsif. Sedangkan, penelitian kami menemukan bahwa banyak remaja Indonesia di periode transisi ini mengalami tantangan beradaptasi terhadap kehidupan mereka yang mulai berubah, kesulitan mengatur waktu dan keuangan pribadi, serta mengalami peningkatan rasa kesepian saat belajar dan merantau di kota yang jauh dari tempat tinggal. Read more Patriotisme, moralisme, kapitalisme tiga ideologi kuat dalam sistem pendidikan yang mempengaruhi kesehatan mental anak muda Indonesia Usia 16-24 tahun adalah periode kritis Riset di atas, yang dilakukan oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia, mencoba untuk memetakan keresahan mental remaja di periode transisi 16-24 tahun dari seluruh Indonesia – terutama mahasiswa tahun pertama – melalui survey online. Sebanyak 95,4% menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan anxiety, dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini. Selain itu, dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami. Pada periode ini, misalnya, banyak remaja tiba-tiba harus menjelajahi lingkungan yang baru, lingkaran pertemanan yang semakin luas, tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat, hingga budaya yang bisa jadi sangat berbeda – disertai dengan berbagai masalah dan konflik yang kerap muncul dari berbagai perubahan ini. Penyelesaian masalah yang paling sering mereka lakukan adalah bercerita pada teman 98,7%, menghindari masalah tersebut 94,1%, mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet 89,8%. Namun, sebagian juga berakhir dengan menyakiti diri mereka sendiri 51,4%, atau bahkan menjadi putus asa serta ingin mengakhiri hidup 57,8%. Berbagai masalah yang dalam masa transisi ini berisiko tinggi menjadi lebih buruk di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan optimal. Banyak remaja dan anak muda di usia 16-24 tahun menghadapi tentangan kehidupan karena faktor biopsikologis, lingkungan yang baru, dan pembentukan identitas diri. Unsplash/Alex Ivashenko, CC BY Tidak banyak yang mencari bantuan Meskipun remaja periode transisi amat rentan mengalami masalah kesehatan jiwa, namun tidak banyak dari kelompok ini yang mengakses layanan kesehatan jiwa. Kurangnya layanan kesehatan mental di Indonesia – hanya sekitar 0,29 psikiater dan 0,18 psikolog per penduduk – juga membawa tantangan tersendiri. Tapi, faktor lain yang juga menjadi penghambat, antara lain adalah layanan yang kurang sesuai dengan kebutuhan remaja di usia mereka. Dalam studi yang kami lakukan, misalnya, para remaja mengatakan bahwa mereka mengharapkan layanan bantuan kesehatan mental yang menjamin kerahasiaan 99,2%, tidak menghakimi 98,5%, berkelanjutan untuk periode waktu tertentu 96%, serta dapat diakses online 84,5%. Mereka juga merasa berbagai layanan yang ada diisi oleh tenaga profesional yang kurang ramah 99,2% dan belum terbuka untuk mendengarkan segala permasalahan yang mereka alami 99%. Stigma negatif tentang kesehatan jiwa yang berkembang di masyarakat, juga semakin menghambat remaja untuk mencari bantuan ke layanan kesehatan jiwa. Beberapa remaja usia transisi, misalnya, mengatakan takut menceritakan ke orang tua atau orang terdekat bahwa mereka datang ke layanan kesehatan mental karena takut dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa berat atau “kurang iman”. Read more Banyak anak muda klaim mengidap gangguan mental setelah nonton Joker bahaya _self diagnosis_ Selain itu, jawaban dari para responden kami juga mengindikasikan ada masalah kurangnya pengetahuan remaja usia transisi tentang masalah layanan kesehatan mental dan kemana mencari bantuan. Padahal, pemahaman remaja di periode ini tentang kesehatan mental sangat penting agar mereka dapat mengidentifikasi masalah sejak dini, sehingga mendapatkan bantuan yang sesuai. Meningkatnya ketahanan mental resilience seseorang pada periode ini akan berdampak positif tidak hanya terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan mereka, tapi juga keberhasilan mereka secara akademis, di lingkungan kerja, dan masyarakat. Apa yang perlu dilakukan? Oleh karena itu, perlu intervensi yang lebih baik untuk membantu para remaja di periode kritis ini agar dapat lebih mengenali masalah yang dihadapi, memahami cara mengatasi stres, serta membangun ketahanan mental. Fasilitas kesehatan umum yang ada harus bisa memberikan perhatian dan dukungan lebih pada kesehatan remaja di usia transisi. Utamanya, berbagai layanan ini harus bisa menjamin kerahasiaan, tidak menghakimi, dan terbuka mendengarkan masalah remaja di periode ini – apapun bentuknya. Lembaga riset kesehatan mental anak muda Orygen di Australia, misalnya, menawarkan beberapa aspek penting yang harus dipenuhi layanan kesehatan mental. Di antaranya adalah layanan yang inklusif, terbuka untuk berbagai kelompok dan beragam jenis keresahan, dan juga aktif melakukan kegiatan promosi dan pencegahan. Institusi pendidikan tinggi tempat sebagian besar remaja usia transisi berada, juga harus bisa memberikan layanan konsultasi maupun kampanye pentingnya kesehatan mental pada para mahasiswa. Kampus juga bisa semakin berperan dengan memasukkan muatan tentang kesehatan mental ke dalam kurikulum tiap program. Di Inggris, Kanada, dan Finlandia, misalnya, terdapat sistem dukungan dan layanan kesehatan jiwa yang komprehensif bagi mahasiswa. Ini melingkupi edukasi yang membekali mahasiswa baru tentang perubahan yang terjadi di usia transisi, adaptasi di perkuliahan, cara mengatasi stres dan masalah kesehatan jiwa, serta edukasi tentang pengenalan gejala gangguan jiwa dan cara mengakses layanan kesehatan jiwa.

KesehatanMental Remaja. Stop Membandingkan Anak dengan Anak Lain! Ini 9 Dampaknya. Tiada hari tanpa berulah, itulah anak-anak. Saat anak memukul atau menggigit temannya hingga menangis, Anda tentu perlu menasihatinya. Sayangnya, di sela-sela kata nasihat, mungkin Anda pernah sesekali membandingkan anak dengan anak orang lain.
Kasus bunuh diri mahasiswa di Yogyakarta akhir pekan lalu – hanya beberapa hari menjelang Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober – menambah urgensi penanganan masalah kesehatan mental di antara anak muda Indonesia. Menurut riset, berbagai potensi kondisi psikologis dan gangguan mental pada manusia memang mulai menunjukkan gejalanya pada usia kritis remaja atau dewasa muda. Dengan populasi kelompok usia 10-19 tahun yang mencapai 44,5 juta jiwa, Indonesia harus mulai melakukan investasi di bidang kesehatan mental remaja. Read more Riset usia 16-24 tahun adalah periode kritis untuk kesehatan mental remaja dan anak muda Indonesia Sayangnya, usaha untuk melakukan perbaikan kondisi kesehatan mental ini selalu terganjal satu hal tidak adanya data berskala nasional mengenai hasil diagnosis kesehatan mental remaja di Indonesia. Penelitian yang kami lakukan bersama University of Queensland di Australia dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat AS, berjudul Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey I-NAMHS yang akan terbit pada 20 Oktober pekan depan, berusaha untuk mengisi kekosongan data ini. Kami menemukan bahwa 1 dari 20 sekitar remaja di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental, mengacu pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental DSM-V keluaran American Psychological Association APA. Artinya, sekitar 2,45 juta remaja di seluruh Indonesia termasuk dalam kelompok Orang dengan Gangguan Jiwa ODGJ. Gangguan kecemasan anxiety disorder menjadi gangguan mental paling umum di antara remaja 10-17 tahun di Indonesia sekitar 3,7%. Ini disusul oleh gangguan depresi mayor 1,0%, gangguan perilaku 0,9%, serta gangguan stres pascatrauma PTSD dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ADHD yang masing-masing diderita oleh 0,5% populasi usia tersebut. Gangguan kecemasan di antara remaja Gangguan kecemasan dalam I-NAMHS terdiri dari dua jenis, yaitu fobia sosial ketakutan berlebih secara khusus terhadap situasi sosial seperti presentasi di depan kelas dan gangguan kecemasan menyeluruh kecemasan berlebihan terkait beberapa kejadian atau aktivitas, misalnya mengenai ujian yang akan berlangsung. Gangguan kecemasan ini bisa timbul akibat gabungan berbagai faktor, mulai dari genetik, sistem syaraf, keluarga, dan lingkungan sekitar. Di saat seseorang gagal meregulasi stres yang ia alami, hal ini dapat muncul sebagai gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan tergolong sebagai gangguan mental yang umum diderita. Tapi, bukan berarti gangguan ini bersifat ringan. Menurut penelitian peneliti psikologi Terri Barrera dan Peter Norton dari University of Houston di AS, orang-orang yang menderita fobia sosial atau gangguan kecemasan menyeluruh cenderung memiliki kualitas hidup – dari kepercayaan diri, kepuasan finansial, hingga kehidupan asmara – yang lebih buruk dibandingkan orang-orang tanpa kondisi ini. I-NAMHS juga memperlihatkan bahwa remaja yang menderita gangguan cemas akan cenderung mengalami gangguan fungsi, setidaknya pada satu ranah kehidupan mereka. Ada empat domain yang kami evaluasi dalam I-NAMHS yaitu keluarga masalah dengan orang tua, kesulitan beraktivitas bersama anggota keluarga, teman sebaya masalah hubungan dengan teman sebaya, sekolah atau pekerjaan kesulitan menyelesaikan tugas sekolah, performa akademik yang buruk, atau distres personal rasa bersalah atau rasa sedih yang berkepanjangan. Di antara remaja Indonesia yang mengalami gangguan mental, sebanyak 83,9% mengalami gangguan fungsi pada ranah keluarga, disusul oleh ranah teman sebaya 62,1%, sekolah atau pekerjaan 58,1%, dan distres personal 46,0%. Masalah kejiwaan lain juga tetap menghantui Selain itu, I-NAMHS juga menunjukkan bahwa sebenarnya ada lebih banyak lagi remaja di Indonesia yang mengalami beberapa gejala gangguan mental, namun tidak cukup untuk dikatakan menderita gangguan mental sesuai kriteria DSM-5. Merujuk pada Undang-Undang UU Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, mereka dikelompokkan sebagai Orang dengan Masalah Kejiwaan ODMK. Artinya, mereka sangat rentan untuk mengalami gangguan mental. Hampir 35% setara 15,5 juta remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan jiwa dalam survei I-NAMHS sehingga masuk ke dalam kategori ODMK. Rasa kecemasan adalah masalah gangguan mental yang paling banyak muncul di antara remaja di Indonesia 26,7%. Ini disusul masalah terkait pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas 10,6%, depresi 5,3%, masalah perilaku 2,4%, dan stres pascatrauma 1,8%. Prevalensi depresi, masalah perilaku, dan masalah terkait pengelolaan perhatian dan/atau hiperaktivitas remaja laki-laki juga cenderung lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan. Selain itu, kami menemukan remaja yang lebih muda 10-13 tahun memiliki prevalensi masalah pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang berusia lebih tua 14-17 tahun. Sebaliknya, remaja yang berusia lebih tua memiliki prevalensi depresi yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang lebih muda. Masa depan kesehatan mental remaja di Indonesia Mengetahui beban penyakit mental pada populasi remaja di Indonesia hanyalah langkah awal untuk perencanaan program dan advokasi kesehatan mental remaja yang lebih baik. Temuan I-NAMHS dengan jelas menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental dan gangguan mental adalah hal umum yang terjadi di antara remaja di Indonesia. Untuk menanggulangi beban gangguan dan masalah kecemasan, pemerintah Indonesia beserta pemangku kepentingan harus memprioritaskan program-program yang bertujuan membantu remaja dalam mengelola rasa cemas yang mereka alami. Fakta bahwa sebagian besar dokter ahli jiwa dan psikolog klinis berpraktek di perkotaan membuat isu layanan kesehatan mental remaja menjadi hal yang harus menjadi prioritas Indonesia. Di seantero negeri, misalnya, hanya ada sekitar 0,29 psikiater dan 0,18 psikolog per penduduk. Bahkan, dalam riset tahun 2021 dari Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran, sebanyak 96,4% dari hampir 400 remaja yang mereka survei kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami. Banyak dari mereka mengkritik layanan kesehatan di Indonesia yang belum tentu menjamin kerahasiaan dan cenderung menghakimi. Mengingat bahwa hampir semua remaja di Indonesia bersekolah, tenaga kependidikan juga bisa menjadi alternatif utama untuk memastikan semua remaja yang membutuhkan dukungan kesehatan mental bisa mendapatkan bantuan dan rujukan yang layak. Keluarga merupakan domain yang juga sangat berpengaruh dalam penanganan gangguan mental remaja. Oleh karena itu, orang tua dan anggota keluarga lain juga harus saling teredukasi maupun mengedukasi mengenai kesehatan mental agar bisa membantu remaja dalam mengelola kesehatan mental. PidatoTentang KesehatanAssalamualaikum Wr WbYang terhormati Bapak/IbuDan teman-teman yang saya cintaiSebelumnya marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya dan memberikan kesehatan bagi diri kita semua sehingga kita semua dapat hadir disini menghadiri acara Hari Kesehatan Nasional iniIbu/Bapak serta rekan semuanya, kesehatan memang sangatlah
Usia remaja rentan alami stres dan depresi. Namun dengan pendampingan yang baik oleh orang tua, hal ini dapat dicegah. Pahami segala hal tentang kesehatan mental pada remaja, dari gangguan hingga tips menghadapinya di dalam artikel-artikel berikut Kesehatan Mental RemajaIklanIklanStres dan butuh teman berbagi cerita?Ayo tanya psikolog kami atau berbagi cerita bersama di Komunitas Kesehatan Mental!IklanPakar Hello SehatSemua konten Hello Sehat dibuat berdasarkan masukan dari pakar medis, spesialis, dan pekerja kesehatan profesional sesuai bidangnya masing-masing. Mereka memastikan seluruh konten ditulis secara akurat dari sisi medis dan non-medis. Mereka juga memastikan konten tersebut berasal dari sumber terpercaya, merujuk pada riset terkini dan teruji secara ilmiah. Para pakar kami bekerja tanpa lelah untuk terus membantu Anda dalam mendapatkan informasi yang bermanfaat dan mudah dipahami. Tak lain, agar Anda bisa terus hidup sehat dan bahagia. Lihat Semua
Selainfaktor yang telah di jelaskan tersebut, menurut kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) bahwa secara psikologis seseorang dan remaja khusunya dapat mengalami gangguan Kesehatan mental melalui: Peristiwa traumatik, seperti kekerasan dan pelecehan seksual. Kehilangan orangtua atau disia-siakan di masa kecil. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kesehatan mental adalah aspek penting dalam mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Meskipun banyak orang memiliki kesehatan fisik yang baik, bukan berarti sehat dalam mental. Sejak Indonesia terkena pandemi COVID-19 yang dimulai tahun 2019 banyak orang yang kehilangan nyawanya, akibatnya mereka tertekan akan penyakit yang menular sehingga takut untuk beraktivitas secara bebas. Dari yang awalnya bebas beraktivitas dan bersosialisasi dengan dunia luar, dengan tiba-tiba pemerintah mengeluarkan kebijakan protokol kesehatan seperti untuk tetap di rumah, keluar menggunakan masker, berbicara dengan orang dengan jarak 2 meter, dan lain-lain. Meskipun itu adalah cara yang benar agar tidak tertular virus COVID-19, tetapi masyarakat awam butuh beradaptasi dengan keadaan seperti itu. Akan tetapi pandemi sudah menurun dan masyarakat awam sudah bisa beraktivitas dan bersosialisasi dengan tetangga maupun teman seperti semula. Remaja adalah masa-masa yang di mana membutuhkan mental kuat, karena pada masa remaja ini kita dilatih untuk tahan akan tekanan dan menuju kedewasaan. Tekanan dari luar maupun dari dalam, baik dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial luar. Beralih dari masalah COVID-19, belakangan ini banyak kalangan remaja yang mengalami kesehatan mental. Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, 15,5 juta 34,9 persen remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta 5,5 persen remaja mengalami gangguan mental. Baru-baru ini banyak berita di mana-mana yang menyebutkan bahwa banyak mahasiswa-mahasiswi yang melakukan tindakan untuk mengakhiri hidupnya. Dikarenakan depresi yang tidak tertangani, tekanan dari berbagai pihak, bullying, masalah dalam kehidupan sosial, dan gangguan mental lainnya. Pada dasarnya mahasiswa-mahasiswi rantau yang mengalami kejadian tersebut. Karena mereka yang jauh dari orang tua, sehingga mereka berpikir tidak ada tempat untuk bercerita. Di mana mental kita diuji pada masa remaja ini, apalagi tekanan mahasiswa-mahasiswi dari dunia perkuliahan, dengan adanya tugas, pertemanan, bahkan percintaan. Maka dari itu kesehatan mental di Indonesia sangatlah diwaspadai karena gangguan mental meningkat yang dialami kalangan remaja, maka dari itu kesehatan mental perlu ditingkatkan, terutama pada kalangan remaja, sebab banyak sekali remaja yang mengalami gangguan mental. Marilah kita sama-sama saling merangkul teman-teman kita, jangan biarkan mereka berkelut dengan pikiran negatif yang membuat mereka melakukan sesuatu yang tidak benar dengan mengakhiri hidupnya. Selalu tanyakan pada mereka, jika melihat teman kalian yang terus menyendiri dan mendadak menjadi pendiam, persilakan mereka untuk berbagi cerita jika mereka mau tetapi jangan memaksanya, dan berilah dukungan, motivasi, dan semangat. Lihat Healthy Selengkapnya
J - by admin 0. Pidato POLA HIDUP SEHAT BAGI REMAJA. Assalamualaikum Wr. Wb. Yth. Ibu Dra. Asih Widyastini dan Ibu Saudah selaku guru penguji. Dan juga Teman-teman yang saya sayangi. Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita berupa nikmat sehat. Sholawat dan salam
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kesehatan mental pada remaja semakin menjadi perhatian utama di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam laporan kasus kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya di kalangan remaja. Hal ini memicu kekhawatiran serius di kalangan para ahli kesehatan dan orang tua, serta membutuhkan tindakan segera untuk memperhatikan dan mengatasi masalah data terbaru yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO, sekitar 10-20% remaja di seluruh dunia mengalami masalah kesehatan mental. Tekanan akademik yang tinggi, perubahan fisik dan hormon, masalah sosial, dan pengaruh media sosial yang intens menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental mereka. Remaja sering kali mengalami stres yang berat karena tuntutan untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal, termasuk prestasi akademik, penampilan fisik, dan popularitas di media Amanda Johnson, seorang psikolog anak dan remaja terkemuka, mengatakan, "Kesehatan mental pada remaja merupakan tantangan yang serius dan harus diperhatikan secara serius oleh masyarakat secara keseluruhan. Kami melihat peningkatan kasus gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan tindakan bunuh diri di kalangan remaja. Ini adalah panggilan untuk bertindak dan memberikan dukungan yang tepat kepada mereka." Para ahli kesehatan dan pendidik sedang bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental pada remaja dan pentingnya mencari bantuan ketika diperlukan. Program pendidikan tentang kesehatan mental sedang diperluas di sekolah-sekolah, dan bimbingan serta konseling telah ditingkatkan untuk memberikan dukungan langsung kepada remaja. Selain itu, orang tua juga ditekankan untuk terlibat aktif dalam kehidupan remaja mereka dan membuka saluran komunikasi yang sehat. Membangun hubungan yang kuat dan memberikan dukungan emosional dapat membantu remaja mengatasi masalah kesehatan mental yang mereka beberapa tahun terakhir, juga telah terjadi peningkatan jumlah pusat layanan kesehatan mental khusus untuk remaja. Para profesional kesehatan yang terlatih menyediakan layanan konseling dan terapi yang efektif untuk membantu remaja mengatasi masalah meningkatnya kesadaran tentang kesehatan mental pada remaja, diharapkan akan terjadi perubahan positif dalam masyarakat. Dengan dukungan yang tepat, remaja dapat mengatasi tantangan kesehatan mental mereka dan berkembang menjadi individu yang sehat secara emosional dan diimbau untuk mendukung upaya-upaya ini dan berpartisipasi dalam mengatasi stigma yang masih terkait dengan masalah kesehatan mental. Lihat Healthy Selengkapnya

KesehatanMental. Selamat pagi dan semoga kami semua.Kita akan berbicara tentang kesehatan mental pagi ini. Terutama di kalangan remaja. Tentu saja, itu masih terasa akrab bagi saya, karena diskusi ini belum umum di depan umum. Namun, ini sangat penting bagi kaum muda. Remaja yang beralih dari fase anak-anak ke dewasa akan mengalami banyak

Cloudya Eldha Gaya Hidup Sunday, 31 Oct 2021, 1552 WIB clipart kesehatan mental png dari />clipart kesehatan mental png dari WHO, kesehatan mental adalah keadaan individu yang sejahtera di mana ia mampu menyadari kemampuannya, dapat mengatasi beban atau tekanan hidup, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi dalam komunitas yang dimiliki. Kesehatan mental juga adalah dasar bagi kemampuan kita sebagai manusia untuk berpikir, berekspresi, berinteraksi dengan sesama, mencari penghasilan dan menikmati ringkasan definisi mengenai kesehatan mental di atas, kita dapat melihat bahwa kesehatan mental yang baik sangatlah berpengaruh dalam kehidupan masing-masing individu. Dengan adanya kesejahteraan mental, seseorang dapat menjalani hidup dengan sehat karena kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Namun di Indonesia, kesehatan mental masih dipandang sebelah mata. Banyak orang beranggapan kesehatan mental bukanlah hal yang penting untuk diatasi karena tidak memiliki bukti fisik. Karena itu, kurangnya perhatian masyarakat umum pada pentingnya kesehatan mental pribadi maupun orang lain merupakan salah satu masalah yang tidak kunjung terselesaikan di Indonesia. Kebanyakan orang, terutama dikalangan orang tua masih menganggap kesehatan mental adalah hal yang tabu untuk dibahas karena masih termasuk dalam hal yang sensitif dan tidak jarang pula yang secara terang-terangan tidak peduli akan hal tersebut. Karena minimnya pengetahuan akan hal tersebut, pentingnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental harus mulai dikembangkan, terutama di masa pandemi seperti ini. Dikarenakan keterbatasan ruang gerak akibat protokol kesehatan, orang-orang terpaksa berdiam diri di rumah dan sulit melepas stres serta rasa pada kesehatan mental remaja. Masa remaja merupakan salah satu hal yang krusial dalam kehidupan manusia, karena di masa remaja itulah manusia sedang gencar-gencarnya mencari jati diri. Mereka sangat penasaran dengan perkembangan sosial dan trend yang terjadi dan menangkap semua hal; yang tidak jarang tanpa memperhatikan dengan detail baik atau buruknya informasi yang mereka pandemi yang berkepanjangan sangatlah berpengaruh pada mental remaja hingga menyebabkan stres yang dapat berujung depresi. Tidak sedikit dari remaja ini mencari pelarian terhadap rasa stres tersebut di media sosial, yang mana jika tidak disaring dengan baik dan tidak diawasi oleh orang dewasa, mereka dapat melakukan banyak hal yang tidak pantas. Dengan rasa penasaran yang tinggi dan kelihaian mereka dalam menggunakan ponsel pintar ataupun , besar kemungkinan untuk para remaja ini menemukan konten yang tidak cocok untuk umur baiknya, saat ini sudah banyak remaja yang perhatian dengan kesehatan mental diri sendiri maupun orang lain. Tidak sedikit pula yang sering menyebarkan kutipan atau reminder tentang kesadaran kesehatan mental dari mulut ke mulut ataupun melewati media sosial. Walaupun begitu, tanpa adanya dampingan dari orang dewasa dan profesional, para remaja ini akan mendiagnosa dirinya sendiri sebagai orang yang memiliki penyakit mental. Contoh gampangnya adalah mood swing biasa yang sering mereka salah artikan sebagai bipolar disorder, atau bersembunyi dari kesalahannya dengan menyalahkan mental illness yang mereka miliki. Juga para remaja ini dapat menganggap mental illness adalah sebuah trend yang keren dan mulai melebih-lebihkan hal sederhana menjadi gejala penyakit memiliki kasus yang dapat menjadi contoh mengapa kesadaran setiap individu tentang kesehatan mental itu ini saya ambil dari teman dekat saya sendiri yang memiliki latar belakang abusive parents. Ia mengatakan, alasan orangtuanya mendidik dengan kasar karena masa kecil orangtuanya pun memiliki latar belakang yang sama, jadi kekerasan ini menurun ke saya mendapatkan banyak sekali dampak buruk, baik fisik maupun mental, contoh kecilnya adalah perasaan trauma berat yang mengakibatkan ia menjadi sangat defensive jika ada orang yang ingin melakukan kontak fisik dengannya secara tiba-tiba dan juga menjadi waswas pada perubahan sikap seseorang kepadanya. Pengalaman ini juga menjadi salah satu alasan mengapa ia tidak menyukai laki-laki dan mulai menaruh perasaan pada perempuan karena ia merasa lebih aman dan mengalami kekerasan tersebut hingga lulus SMA dan masih mengalami tekanan dari orangtuanya sampai saat ini dan trauma tersebut masih belum bisa diatasi. Masa remaja yang ia lewati tanpa adanya bimbingan pada kesehatan mental, membentuknya menjadi orang yang sensitif pada opini orang lain dan berakhir menjadi beban pikiran yang berkepanjangan, merasa dirinya tidak berguna akibat kekerasan verbal yang dilakukan kedua orangtuanya, dan tidak menyukai laki-laki karena menurutnya mereka itu kasar yang mana menjadi salah satu alasan mengapa ia mulai menaruh perasaan pada perempuan karena ia merasa lebih aman dan saya, sebagai orang yang baru saja melewati masa remaja, perhatian kepada kesehatan mental remaja sangat perlu untuk lebih dikembangkan dengan baik. Karena kerusakan mental yang terjadi di masa remaja sangatlah berdampak pada pembentukan pola pikir dan sikap seseorang hingga ia beranjak dapat memulainya dari orang orang-orang terdekat, seperti orangtua atau teman-teman disekitarnya yang mau saling membantu menguatkan dan bertukar pikiran diranah yang positif. Dari yang saya baca, pemerintah sendiri sudah melakukan upaya dengan meyertakan layanan konsultasi ke Psikolog di layanan BPJS berharap, kesadaran akan kesehatan mental di masyarakat dapat berkembang dan berdampak baik untuk perkembangan mental setiap individu di Indonesia. kesehatanmental kesehatan artikel remaja masyarakat Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Gaya Hidup
9HEpH.
  • duv3ov76hq.pages.dev/189
  • duv3ov76hq.pages.dev/260
  • duv3ov76hq.pages.dev/121
  • duv3ov76hq.pages.dev/317
  • duv3ov76hq.pages.dev/10
  • duv3ov76hq.pages.dev/137
  • duv3ov76hq.pages.dev/148
  • duv3ov76hq.pages.dev/107
  • duv3ov76hq.pages.dev/328
  • pidato tentang kesehatan mental remaja